Malam itu suasana terasa berbeda.
Biasanya cafe yang yerkenal di kota itu ramai serasa hanya dua atau tiga pasang mata yang memandang.
Rupanya di lantai atas posisi tujuan orang yang didepanku..
Langkah demi langkah
Tangga demi tangga
Sampailah aku pada pengaduan....
Malam itu adalah malam perpisahanku
Diantara mereka yang mengaku rekan
Tapi dialah para pengukir cita cita ku....
Buk endang buk der dan pak ratno...
Dan seluruh rekan yang hadir ini ada rangkaian kata yang bisa kusajakkan karna ku bukanlah penyair hebat..
Sang Pengukir asa...
Degap langkah satu persatu tiba
Bebaris sedikit belok beratur sama..
Terdengar sedikit ngilu tapi jadi berirama...
Ah sudah lah....
Sembari kutarik kursi kehitaman...
Duduk sembari kaki berayun
Sampai yang lain juga mengikutinya...
Remang sedikit gelantung kekuningan...
Suara semakin lirih ..
Semakin pilu....
Semakin sendu...
Ada tetesan dingin dibawah mata...
Mulailah ia merayap basuhi pipi...
Suara Ini pernah ku dengar dulu....
Waktu mulai ku kenal angka...
Dia lah yang pegang tanganku....
Dia suruhku bersuara hingga kini jadi karya...
Terimakasih sang pengukir asa...
Ukiranmu kini jadi suatu mahakarya....
Bebaris sedikit belok beratur sama..
Terdengar sedikit ngilu tapi jadi berirama...
Ah sudah lah....
Sembari kutarik kursi kehitaman...
Duduk sembari kaki berayun
Sampai yang lain juga mengikutinya...
Remang sedikit gelantung kekuningan...
Suara semakin lirih ..
Semakin pilu....
Semakin sendu...
Ada tetesan dingin dibawah mata...
Mulailah ia merayap basuhi pipi...
Suara Ini pernah ku dengar dulu....
Waktu mulai ku kenal angka...
Dia lah yang pegang tanganku....
Dia suruhku bersuara hingga kini jadi karya...
Terimakasih sang pengukir asa...
Ukiranmu kini jadi suatu mahakarya....
Buk Bendahara ngitung kasbon
ReplyDelete