Saturday, October 24, 2020

Dimasa Pandemi ini, Apakah tekhnologi bisa menggantikan peran Guru ?

Kita semua tentu sudah tidak asing lagi dengan Covid-19, virus jenis baru yang pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China. Virus ini mudah menular antar manusia dari tetesan cairan pernapasan tubuh melalui tangan atau permukaan padat.

Penyebarannya pun meluas dengan sangat cepat dan menjadi pandemi yang menggemparkan dunia tak terkecuali Indonesia. Dampak yang ditimbulkannya sangat signifikan dan dirasakan oleh semua kalangan masyarakat, termasuk dunia pendidikan.

Kegiatan pembelajaran yang biasanya dilakukan dengan tatap muka langsung di kelas, sekarang berubah menjadi sistem belajar secara daring (dalam jaringan). Tentunya ini merupakan sistem pembelajaran yang baru bagi kita semua, tak terkecuali pendidikan dasar yaitu Sekolah Dasar (SD) maupun Madrasah Ibtidaiyah (MI).

Belajar dengan sistem daring adalah jawaban atau respon terhadap kegiatan belajar mengajar yang terdampak Covid-19 ini. Pembelajaran ini memanfaatkan perkembangan teknologi di dunia pendidikan, dimana dapat diakses melalui aplikasi-aplikasi yang dapat menjadi media pembelajaran di masa pandemi.

Kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi seorang guru yang dituntut untuk memberikan inovasi dan kreativitas dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran. Agar tujuan pembelajaran tercapai dengan baik dengan tidak hanya memberikan tugas yang banyak serta memberi beban kepada siswa.

Peran teknologi dalam dunia pendidikan

Tidak dapat dipungkiri bahwa segala urusan di zaman sekarang selalu melibatkan teknologi. Hal ini terjadi tentu saja akibat dari pesatnya kemajuan teknologi. Dari anak-anak hingga orang tua, seorang ahli atau seorang awam sekalipun, teknologi telah menjadi bagian hidup masyarakat masa kini.

Tidak melulu dalam bidang-bidang besar, teknologi pun telah berpengaruh pada kelangsungan pendidikan. Dalam prakteknya, teknologi jelas memiliki peran tersendiri yang membuat proses belajar mengajar menjadi lebih mudah.

Itu karena adanya tuntutan global terus mendesak dunia pendidikan untuk menyesuaikan perkembangan terhadap usaha dalam peningkatan mutu pendidikan. Sehingga dalam beberapa tahun, budaya proses belajar mengajar pun mulai berganti.

Proses pembelajaran tak melulu harus bertatap muka seperti sekolah konvensional dan dapat dilakukan dengan modus belajar jarak jauh. Sekolah dapat memanfaatkan berbagai macam media komunikasi, baik berbasis suara maupun berbasis video. Tentu dengan memanfaatkan internet sebagai penghubung, sehingga guru sebagai tetap dapat memberikan materi pembelajaran terhadap siswanya.

Perkembangan teknologi diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Terutama dalam menyesuaikan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang khususnya digunakan dalam proses metode pengajaran.

Menurut Hamzah B. Uno dan Nina Lamatenggo dalam bukunya yang berjudul Teknologi Komunikasi dan Informasi Pembelajaran disebutkan bahwa kecenderungan pendidikan di Indonesia pada masa mendatang adalah sebagai berikut:

  1. Teknologi membuat pendidikan berkembang terbuka dengan modus belajar jarak jauh yang kemudian untuk menyelenggarakan pendidikan terbuka jarak jauh tersebut tentu perlu dimasukkan strategi
  2. Sharing Resource bersama antar setiap lembaga pendidikan dalam sebuah jaringan perpustakaan dan instrument pendidikan lainnya seperti guru dan laboratorium dapat berubah fungsi menjadi informasi daripada sekedar terpaku dalam rak
  3. Penggunaan teknologi dalam dunia pendidikan secara interaktif seperti adanya CD-ROM multimedia dalam pendidikan secara bertahapnya dapat menggantikan televisi dan radio. Adanya perkembangan teknologi dan informasi dalam dunia Pendidikan saat ini, maka sudah dimungkinkan untuk diadakan belajar jarak jauh dengan menggunakan media

Perkembangan teknologi seperti hal yang sudah dipaparkan diatas tentu menjadi tuntutan bagi kita semua khususnya para pendidik. Dimana dunia pendidikan memerlukan inovasi dan kreativitas dalam proses pembelajarannya karena banyak orang yang mengusulkan dalam dunia pendidikan, khususnya metode pembelajaran.

Akan tetapi, sedikit orang yang bicara mengenai solusi dari pemecahan masalah tentang metode proses belajar mengajar yang sesuai dengan tuntutan global sejak abad ke 21 saat ini. Tidak hanya untuk guru saja, bidang teknologi pastinya berperan juga untuk peserta didik seperti, sebagai media pembelajaran secara online.

Teknologi sebagai media belajar online dengan cangkupan luas sebagai pengganti buku. Kemudian dapat digunakan ketika belajar kelompok, dimana teknologi yang dilengkapi aplikasi chatting yang membuat siswa dapat dengan mudah melakukan diskus tanpa harus bertemu langsung.

Teknologi juga memudahkan siswa memahami metode pembelajaran, yaitu sebagai media untuk mendapatkan atau menerima informasi dari gurunya atau ketua kelas mengenai pekerjaan rumah (PR) atau pengumuman lainnya.

Selain itu, teknologi mempunyai peran memudahkan dan meringkas pembelajaran. Karena materi yang tertera pada mesin dapat menunjukkan apa yang sedang dicari. Sekaligus memudahkannya menemukan jawaban dan pemecahan masalah dalam waktu singkat.

Selama masa pembelajaran jarak jauh, tugas bisa saja hadir setiap harinya. Situasi rumah yang kadang tidak kondusif untuk belajar dan tidak adanya pengajar yang hadir secara langsung berpotensi membuat siswa kerap bosan dan menolak untuk belajar.

Perlu kita ketahui bahwa tidak sedikit guru yang mendapatkan keluhan dari orangtua terkait kondisi anaknya yang enggan atau malas untuk belajar, sehingga tugas-tugas yang harusnya dikerjakan bisa menumpuk setiap harinya.

Luqman sebagai seorang pakar Pendidikan berpendaat bahwa “pembelajaran terbaik adalah pembelajaran yang dilakukan dengan tatap muka secara langsung dengan guru dan teman-teman. Proses ini memiliki nilai tambah pada siswa seperti proses pendewasaan sosial, budaya, etika, dan moral. Nilai-nilai ini hanya didapatkan dengan interaksi sosial di suatu area pendidikan”.

Akan tetapi di sisi lain Luqman tak menampik adanya hal positif dari kegiatan belajar dari rumah. Peran orang tua sebagai madrasah untuk anaknya kembali dirasakan. Orang tua dan anak memiliki waktu berkualitas untuk saling membimbing dan memerikan wawasan satu sama lain.

Peran guru dalam dunia pendidikan

Dalam UU No. 14 Tahun 2005 dijelaskan bahwa peran guru adalah “pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada Pendidikan anak usia dini jalur Pendidikan formal, Pendidikan dasar, dan menengah”.




Pendidik yang dikatakan professional pastilah mempunyai kompetensi, baik itu kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi professional.

Di era revolusi industry 4.0 saat ini, kompetensi pedagogik yang dimiliki guru memegang peran yang vital dalam Pendidikan. Peran guru dalam proses belajar mengajar seharusnya tidak bisa tergantikan oleh mesin atau teknologi saat ini.

Guru pada masa kini perlu mendefinisikan ulang perannya sebagai pendidik antara lain dengan menjadi motivator dan katalisator pengetahuan.

Guru harus memberikan motivasi, dan mengeluarkan potensi terbaik peserta didik, dan ini tidak bisa dilakukan oleh mesin apapun. Masa Pandemi saat ini teknologi sangat berperan dalam proses pembelajaran tak terkecuali Pendidikan tingkat dasar.

Apakah peran guru ditingkat sekolah dasar tergantikan oleh teknologi saat ini?

Untuk bisa menjawab hal tersebut kita tidak bisa melihat dari satu sisi saja tetapi kita juga harus memperhatikan sisi lainnya. Peran guru sebagai pentransfer ilmu tentunya tidak tergantikan.

Karena posisi teknologi disini adalah sebagai media, dan pembelajaran secara daring adalah metode pembelajarannya.

Siswa tentunya tetap mendapatkan materi, ilmu pengetahuan lainnya lewat guru melalui media teknologi yang ada. Ketika ada hal yang membuat siswa kurang mengerti, mereka dapat menanyakan kepada guru melalui aplikasi chat, tentunya dengan bantuan orangtua.

Hal tersebut membuktikan bahwa peran guru sebagai pentransfer ilmu tidak dapat tergantikan. Sisi lain peran guru sebagai pengajar mungkin saja dapat tergantikan. Dengan adanya beberapa aplikasi belajar online, contoh sebut saja Ruang Guru dan lain sebagainya.

Dalam keadaan seperti ini bisa dikatakan juga peran guru tergantikan jika guru sebagai pengajar tidak melakukan tugasnya sebagaimana mestinya. Tidak bisa dipungkiri bahwa tidak sedikit guru yang hanya sebatas memberikan tugas saja kepada siswanya, tanpa memberikan materi pembelajaran apapun.

Akan tetapi dalam hal ini ada manfaatnya baik bagi guru maupun siswa, guru seharusnya bisa lebih inovatif dan kreatif dalam mengatur pembelajaran. Siswa juga seharusnya bisa mengkontruksi pengetahuannya sendiri, belajar secara mandiri, dan disini guru berperan sebagai kolabirator, pengarah, agar siswa belajar mandiri namun tetap pada jalur yang tepat.

Selain itu, peran guru sebagai seorang pendidik tentu tidak akan pernah bisa tergantikan. Karena bagaimanapun seorang siswa tentu membutuhkan seorang role model, seorang contoh, seorang panutan, posisi inilah yang tidak dapat digantikan oleh apapun.

Menurut beberapa penelitian proses pembelajaran secara daring ini hanya mentransfer sebagian kecil dari bagian pendidikan yaitu aspek kognitif saja.

Sedangkan aspek-aspek lain tidak bisa tersalurkan, seperti aspek afektif, psikomotorik. Serta nilai-nilai kemanusiaan seperti akhlakul karimah, proses pendewasaan sosial, budaya, etika, dan moral. Semua itu hanya bisa didapatkan dengan interaksi sosial (proses belajar mengajar) dilingkungan sekolah. Guru merupakan suri tauladan yang baik bagi setiap siswa dan siswinya.

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dilakukan secara langsung maupun daring tidak bisa menggantikan peran seorang guru. Hanya saja tingkat kefektifan nya sangat jauh berbeda, dan sudah seharusnya ini menjadi bahan evaluasi bagi kita semua apakah pembelajaran secara daring lebih baik dari pada pembelajaran dengan tatap muka langsung atau sebaliknya.

Esensinya guru itu mengajarkan kepada siswanya ilmu pengetahuan dan mendidik dengan mentransfer nilai-nilai dan norma. Pada transfer nilai dan norma tersebut dengan model pembelajaran daring sekarang cenderung berkurang bahkan tidak ada.

Oleh karena itu, dalam segi kognitif, teknologi memang bisa membantu atau memudahkan para siswa dalam belajar. Namun, pada segi afektif dan psikomotor teknologi tidak bisa menggantikan sosok seorang guru. Karena guru bukan hanya sebatas mentrasnfer ilmu tetapi sebagai figur untuk menyampaikan akhlak, sosok untuk digugu dan ditiru.


Sumber :http://jurnalposmedia.com/pendidikan-dasar-masa-pandemi-peran-guru-tergantikan-oleh-teknologi/

 

Thursday, October 22, 2020

Pembelajaran Abad 21 senjata menghadapi Revolusi Industri 4.0

 

Sebelum membahas lebih lanjut tentang pembelajaran Abad 21, saya ingin menegaskan dengan sangat yakin bahwasannya bapak ibu guru pasti sudah pernah melakukan konsep - konsep yang termasuk kedalam bagian pembelajaran abad 21, akan tetapi kita tidak tahu apa istilah model dan metode yang kita pakai.

Nah ! 

Itu semua akan kita bahas lebih lanjut melalui penjelasan di bawah ini, mari kita mulai untuk menjadi guru penggerak !

Pembelajaran abad 21 merupakan pembelajaran yang mempersiapkan generasi abad 21 dimana kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang berkembang begitu cepat memiliki pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan termasuk pada proses belajar mengajar. Salah satu contoh kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi memiliki pengaruh terhadap proses pembelajaran ialah peserta didik diberi kesempatan dan dituntut untuk mampu mengembangkan kecakapannya dalam menguasai teknologi informasi dan komunikasi – khususnya komputer, sehingga peserta didik memiliki kemampuan dalam menggunakan teknologi pada proses pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai kecakapan berpikir dan belajar peserta didik.

Selain itu, sistem pembelajaran abad 21 merupakan suatu peralihan pembelajaran dimana kurikulum yang dikembangkan saat ini menuntut sekolah untuk merubah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pendidik (teacher-centered learning)menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student-centered learning). Hal ini sesuai dengan tuntutan dunia masa depan dimana peserta didik harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar. Kecakapan-kecakapan tersebut diantaranya adalah kecakapan memecahkan masalah (problem solving), berpikir kritis, kolaborasi, dan kecakapan berkomunikasi. Semua kecakapan ini bisa dimiliki oleh peserta didik apabila pendidik mampu mengembangkan rencana pembelajaran yang berisi kegiatan-kegiatan yang menantang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah. Kegiatan yang mendorong peserta didik untuk bekerja sama dan berkomunikasi harus tampak dalam setiap rencana pembelajaran yang dibuatnya.
Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik berbeda dengan pembelajaran yang berpusat pada pendidik, berikut karakter pembelajaran abad 21 yang sering disebut sebagai 4 C, yaitu:
·         Communication (Komunikasi)
Pada karakter ini, peserta didik dituntut untuk memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia. Peserta didik diberikan kesempatan menggunakan kemampuannya untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu pada saat berdiskusi dengan teman-temannya maupun ketika menyelesaikan masalah yang diberikan oleh pendidik.
·         Collaboration (Kerjasama)
Pada karakter ini, peserta didik menunjukkan kemampuannya dalam kerjasama berkelompok dan kepemimpinan; beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab; bekerja secara produktif dengan yang lain; menempatkan empati pada tempatnya; menghormati perspektif berbeda. Peserta didik juga menjalankan tanggungjawab pribadi dan fleksibitas secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan masyarakat; menetapkan dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi untuk diri sendiri dan orang lain.
·         Critical Thinking and Problem Solving (Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah)
Pada karakter ini, peserta didik berusaha untuk memberikan penalaran yang masuk akal dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit; memahami interkoneksi antara sistem. Peserta didik juga menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk berusaha menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dengan mandiri, peserta didik juga memiliki kemampuan untuk menyusun, mengungkapkan, menganalisa, dan menyelesaikan masalah.
·         Creativity and Innovation (Daya cipta dan Inovasi)
Pada karakter ini, peserta didik memiliki kemampuan untuk mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain; bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.

Selain peralihan sistem pembelajaran, pada abad ini pun terjadi pergeseran tujuan pendidikan dimana pada abad ke 19 yang dikenal sebagai era industri, penyelenggaraan pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan orang dalam dunia sederhana, statis/linier, dan predictable (dapat diramalkan). Peserta didik diharapkan dapat melakukan kegiatan-kegiatan dengan perilaku yang rutin. Dampak dari pola pendidikan ini adalah kemampuan output yang standar sehingga kecakapan yang dimiliki merupakan kecakapan standar.
Sehingga pada abad 21 saat ini yang bisa disebut sebagai era pengetahuan, maka  tujuan pendidikannya pun adalah:
1) mempersiapkan orang  dalam dunia pasang surut, dinamis, unpredictable (tidak bisa diramalkan),
2) perilaku yang kreatif,
3) membebaskan kecerdasan individu yang unik, serta
4) menghasilkan inovator.
Dengan demikian, model  sekolah pada abad ini mengharapkan pendidikan dapat menjadikan individu-individu yang mandiri, sebagai pelajar yang mandiri.

Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, maka aspek lain yang tidak kalah penting yaitu assessment atau penilaian. Pendidik harus mampu merancang sistem penilaian yang bersifat kontinu artinya penilaian dilakukan sejak peserta didik mulai melakukan kegiatan, sedang dan setelah selesai melaksanakan kegiatannya. Penilaian  bisa diberikan diantara peserta didik  sebagai feedback, oleh pendidik dengan rubrik yang telah disiapkan atau berdasarkan kinerja serta produk yang mereka hasilkan.

Seiring berubahnya sistem pendekatan pembelajaran dan bergesernya tujuan pendidikan, memasuki abad 21 tugas dan peranan pendidik memiliki pengaruh dalam proses pembelajaran. Pada abad ini diperlukan individu-individu yang menguasai keterampilan-keterampilan, yang meliputi:cerdas intelektual, cerdas vocational, cerdas emosional, cerdas moral, dan cerdas spiritual. Oleh karena itu tantangan pendidik adalah menjadikan peserta didik di sekolah saat ini menjadi individu cerdas yang mandiri, unggul, dan tangguh yang mampu bertahan di abad 21. Sehingga inovasi dalam bidang pendidikan sangat diperlukan. Inovasi tersebut dapat diawali dengan mengubah paradigma   mengenai pendidikan itu sendiri ke arah yang lebih baik. Selanjutnya bergantung pada kualitas pendidik sebagai pemeran utama. Dalam hal ini pendidik memiliki peran yang sangat vital dan fundamental dalam membimbing, mengarahkan, dan mendidik peserta didik dalam proses pembelajaran  (Davies dan Ellison, 1992).

Pendidik  berperan sangat penting (Fuad Hasan), karena sebaik apa pun kurikulum dan sistem pendidikan yang ada, tanpa didukung mutu pendidik yang memenuhi syarat maka semuanya akan sia-sia. Sebaliknya, dengan pendidik yang bermutu maka kurikulum dan sistem yang tidak baik akan tertopang. Keberadaan pendidik bahkan tak tergantikan oleh siapapun atau apapun sekalipun dengan teknologi canggih. Alat dan media pendidikan, sarana prasarana, multimedia dan teknologi hanyalah media atau alat yang hanya digunakan sebagai rekan dalam proses pembelajaran.

Oleh karena itu, pendidik dan tenaga kependidikan perlu memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan, kompetensi yang terstandar serta mampu mendukung dan menyelenggarakan pendidikan secara profesional. Khususnya guru sangat menetukan kualitas output dan outcome yang dihasilkan oleh sekolah karena dialah yang merencanakan pembelajaran, menjalankan rencana pembelajaran yang telah dibuat sekaligus menilai pembelajaran yang telah dilakukan (Baker&Popham,2005:28).

Selain itu, menurut Nasution (2005:77) bahwa pendidik  merupakan orang yang paling bertanggung jawab untuk menyediakan lingkungan yang paling serasi agar terjadi proses belajar yang efektif. Dengan demikian, apabila pedidik melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik maka output yang dihasilkan akan baik. Sebaliknya, apabila pendidik tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik maka output yang dihasilkan tidak akan berkualitas.

Hal senada juga dikemukakan oleh Yulianto (2006:1), pendidik merupakan salah satu faktor kunci yang ikut menentukan arah kualitas pendidikan. Peran pendidik tidak bisa dihilangkan begitu saja. Apalagi, pendidik bukan semata-mata hanya mengajar tetapi dia juga mendidik. Sebagai pengajar, pendidik tidak hanya berperan dalam menyampaikan ilmu tapi juga berkewajiban melakukan evaluasi, mengelola kelas, mengembangkan perangkat pembelajaran dll.

Selain itu, Samani (1996) mengemukakan empat prasyarat agar seorang pendidik dapat profesional. Masing-masing adalah kemampuan pendidik mengolah/menyiasati kurikulum, kemampuan pendidik mengaitkan materi kurikulum dengan Iingkungan, kemampuan pendidik memotivasi siswa untuk belajar sendiri dan kemampuan pendidik untuk mengintegrasikan berbagai bidang studi/mata pelajaran menjadi kesatuan konsep yang utuh.

Selanjutnya menurut Djojonegoro (1996) pendidik yang bermutu paling tidak memiliki empat kriteria utama, yaitu kemampuan profesional, upaya profesional, waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional dan kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya. Kemampuan profesional meliputi kemampuan intelegensi, sikap dan prestasi kerjanya. Upaya profesional adalah upaya seorang pendidik untuk mentransformasikan kemampuan profesional yang dimilikinya ke dalam tindakan mendidik dan mengajar secara nyata. Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional menunjukkan intensitas waktu dari seorang pendidik yang dikonsentrasikan untuk tugas-tugas profesinya. Pendidik yang bermutu ialah mereka yang dapat membelajarkan siswa secara tuntas, benar dan berhasil. Untuk itu pendidik harus menguasai keahliannya, baik dalam disiplin ilmu pengetahuan maupun metodologi mengajarnya.

5 Strategi Pembelajaran Abad 21 Yang Perlu Diketahui Para Guru
Strategi pembelajaran abad 21 menekankan kepada kemampuan siswa untuk berfikir kritis, mampu menghubungkan ilmu dengan dunia nyata, menguasai teknologi informasi komunikasi dan berkolaborasi. Pencapaian keterampilan tersebut dapat dicapai dengan  penerapan metode pembelajaran yang sesuai dari sisi penguasaan materi dan keterampilan. Di era millenial saat ini, pembelajaran yang dibutuhkan adalah pembelajaran yang bersifat kontekstual, dimana materi pengetahuan berhubungan dengan dunia nyata serta dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Model Pembelajaran Abad 21 Tingkatan Inkuiri

Colbum (2000) mengemukakan ada empat tingkatan inkuiiri, yaitu inkuiri terstruktur (structure inquiry), inkuiri terbimbing (guided inquiry), inkuiru terbuka. (open inquiry), dan siklus belajar (learning cycle).

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Pembelajaran berbasis masalah (PBL) merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan.
Ada lima startegi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL), yaitu :
§  Permasalahan sebagai kajian
§  Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman
§  Permasalahan sebagai contoh
§  Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses dan
§  Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik

Pembelajaran Abad 21 Discovery Learning

Strategi Discovery learning adalah teori belajar yang didefinikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri.
Sebagai strategi belajar, discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada strategi Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery adalah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada peserta didik semacam masalah yang direkayasa guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga peserta didik harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan problem solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah.
Baca Juga Artikel Menarik Lainnya

Model Pembelajaran Abad 21 Berbasis Proyek (Project Based Learning)

Pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning)  adalah model pembelajaran yang menggunakan project/kegiatan sebagai proses pembelajaran untuk mencapai  kompetensi sikap, pengetahuan dan ketrampilan.
Di banyak negara maju, pembelajaran berbasis proyek telah banyak diterapkan. Akan tetapi, untuk menjaga kualitas pembelajaran model dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi negara/daerah. Di Australia model pembelajaran berbasis proyek disebut dengan rich task.
Prinsip Pembelajaran Abad 21  Berbasis Proyek adalah :
§  Pembelajaran berpusat pada peserta didik yang melibatkan tugas-tugas pada kehidupan nyata untuk memperkaya pembelajaran.
§  Tugas Proyek menekankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu tema atau topik yang telah ditentukan dalam pembelajaran.
§  Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara otentik dan menghasilkan produk nyata yang telah di analisis dan dikembangkan berdasarkan tema/topik yang telah di analisis dan dikembangkan berdasarkan tema/topik yang disusun dalam bentuk produk(laporan atau hasil karya).

Tony Wagner dalam bukunya The Global Achievement Gap (2000) menyebutkan tujuh keterampilan yang harus dimiliki oleh para peserta didik di abad 21, yaitu:
1. Critical Thinking and Problem Solving
2. Collaboration across Networks and Leading by Influence
3. Agility and Adaptability
4. Initiative and Entrepreneurialism
5. Effective Oral and Written Communication
6. Accessing and Analyzing Information
7. Curiosity and Imagination
Keterampilan-keterampilan ini dinilai penting untuk dikuasai oleh anak untuk dapat hidup lebih baik di abad 21. Keterampilan ini dikaitkan dengan kondisi IPTEK, lingkungan (geografis, sosial, budaya, ekonomi), dan semakin ketatnya persaingan antar orang sedunia. Berdasarkan keterampilan yang harus dimiliki anak, pendidikan diarahkan supaya peserta didik dapat menguasai berbagai keterampilan yang dibutuhkan tersebut. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendidikan diselenggarakan supaya peserta didik mampu hidup di masa depan.
Cara/teknik pembelajaran yang digunakan untuk memfasilitasi pembelajaran abad 21 ini meliputi:
1) pembelajaran yang berpusat pada peserta didik,
2) multi interaksi dalam proses pendidikan,
3) lingkungan belajar yang lebih luas,
4) peserta didik aktif menyelidiki dalam proses belajar,
5) apa yang dipelajari kontekstual dengan anak,
6) pembelajaran berbasis tim,
7) objek yang dipelajari relevan dengan kebutuhan anak,
8) semua indera anak didayagunakan dalam proses belajar,
9) menggunakan multimedia (khususnya ICT),
10) hubungan guru dengan siswa adalah kerjasama untuk belajar bersama,
11) peserta didik belajar sesuai dengan kebutuhan individual, sehingga layanan pembelajaran lebih individual juga,
12) kesadaran jamak (bukan individual),
13) multi displin,
14) otonomi dan kepercayaan,
15) mengembangkan pemikiran kreatif dan kritis,
16) guru dan siswa sama-sama saling belajar.
Sumber : https://esawitri22.blogspot.com/2018/10/proses-pembelajaran-abad-21.html

Deskripsi singkat TPACK dan penerapannya pada pembelajaran

 

Technological Pedagogical and Content Knowledge (TPACK) adalah model fremework untuk mengintegrasikan tiga komponen penting, teknologi, pedagogi, dan konten pelajaran. Konsep ini diusulkan oleh Koehler dan Mishra tahun 2006 yang mengembangkan konsep Pedagogical Content Knowledge (PCK).

Konsep PCK yang awalnya dirumuskan oleh Shulman tahun 1986 memandang bahwa setiap guru memiliki dua pengetahuan yang mendasar yaitu, pengahuan konten yang diringi dengan pedagogi. Sebagai contoh, ketika seorang guru fisika mengajarkan tentang gerak jatuh bebas, maka syarat mutlak yang harus dimiliki oleh guru tersebut adalah pengetahuan gerak jatuh bebas dan bagaimana mengajarkan konten tersebut sehingga dapat diterima oleh siswa. Kedua unsur tersebut tidak dapat dipisahkan karena tanpa menguasai konten gerak jatuh bebas guru tidak akan dapat mengajarkan kepada siswa dan tanpa mengetahui bagaima cara mengajarkan konten tersebut, akan sulit diterima oleh siswa. Apabila seorang guru tersebut memiliki keduanya, maka dia tahu cara mengajarkannya secara efektif.

Konsep PCK ini dianggap oleh Koehler dan Mishra belum dapat mewakili pembelajaran abad 21 yang mengiginkan integrasi teknologi ke dalam pembelajaran. Hal ini diilhami perubahan zaman yang tidak lepas dari informasi dan komunikasi teknologi yang sangat mendominasi. Dia mencoba untuk menyamakan kedudukan keluasannya antara pedagogi dan konten yang selama ini sangat mendasar untuk guru. Teknologi tersebut dimaknasi sebagai alat yang tidak hanya yang sederhana seperti pensil, spidol, papan tulis, juga teknologi yang canggih seperti web, internet, smatphone, komputer, dan smartboad. Meskipun teknologi mempunyai makna yang luas, seperti reaktor nuklir, namun dia membatasi bahwa teknologi yang dimaksud adalah teknologi yang digunakan atau dimanfaatkan sebagai media pembelajaran.

Akibat dari memasukkan teknologi ke dalam konsep PCK ini, framework baru terbangun yang kemudian disebut TPACK, yang melahirkan tiga komponen lama dan empat komponen baru , yaitu technological knowledge (TK) pedagogical knowledge (PK), content knowledge (CK), PCK, technological content knowledge (TCK), technological pedagogical knowledge (TPK), dan TPACK sendiri. Secara lebih jelas dapat ditnjukkan pada Gambar berikut ini.


Gambar Konsep TPACK (diadopsi dari Koehler & Mishra, 2008)

  Gambar tersebut memberi ilustrasi terhadap hubungan ketiga komponen itu. Komponen-komponen yakni C, P dan K yang selanjutnya C menjadi (CK). P menjadi (PK) dan T menjadi (TK) serta hubungan antar komponen dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.Content Knowledge (CK) yakni pengetahuan tentang materi pelajaran yang akan dipelajari. Materi tersebut tertuang di dalam kurikulum. Misalnya siswa SMA belajar llmu Kimia, Fisika, Biologi dan Matematika maka batasan materi pelajaran yang tertuang dalam kurikulum hendaknya dimaknai secara menyeluruh. Menurut Shulman et al (1986) mencatat bahwa materi pelajaran mencakup pengetahuan berupa konsep, teori, gagasan, kerangka kerja, metoda yang dilengkapi dengan metoda ilmiah serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Contoh: konsep asam basa, teori asam basa, indikator alami, indikator asam basa, pH larutan, tetapan ionisasi asam atau basa.
2.Pedagogy Knowledge (PK) menggambarkan pengetahuan secara mendalam terkait dengan teori dan praktik belajar mengajar yakni mencakup tujuan, proses, metode pembelajaran penilaian, strategi dan lainnya. Pengetahuan pedagogi mensyaratkan pemahaman aspek kognitif, afektif, sosial dan pengembangan teori pembelajaran dan bagaimana teori itu dapat diterapkan di dalam proses pembelajaran. Guru hendaknya memahami secara mendalam dan fokus terhadap pedagogi yang dibutuhkan yakni tentang bagaimana siswa memahami dan mengkonstruksi pengetahuan, sikap dan ketrampilan (Koehler, dkk. 2011). Contoh: konstruksivismeScientificDiscovery LearningProblem based Learning, inkuiri terbimbing, tanya jawab, diskusi, presentasi, observasi, praktikum.
3.Technology Knowledge (TK) adalah dasar-dasar teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk mensupport pembelajaran. Contohnya, pemanfaatan software, program animasi, internet akses, model molekul, laboratorium virtual dan lain-lain. Untuk itu, guru membutuhkan penguasai dalam pemprosesan informasi, berkomunikasi dengan TIK dalam pembelajaran. Mishra et al menekankan bahwa pengetahuan dasar, pengetahuan teknologi serta trampil dalam menggunaannya untuk mendukung pemahaman materi pelajaran yang dipelajari. Lebih jauh, penguasan teknologi inilah merupakan tuntutan siswa abad-21 (Jordan, K. 2011). Contoh: google driveonenotechemdrawchemsketchprezzi edmodoyoutubeUleadWindows movie makeravidemux, jmol, hyperchemchemtoolbkchemlectoramoodledokeosATutor, internet, laptop, LCD, video, power point.
4.Pedagogy Content Knowledge (PCK) mencakup interaksi dan terjadinya irisan antara pedagogi (P) dan materi pelajaran (C). Menurut Shulman dalam Koehler et al (2011) bahwa PCK merupakan konsep tentang pembelajaran yang menghantarkan materi pelajaran yang tertuang dalam kurikulum. Hal ini mencakup proses pembelajaran terkait dengan materi pelajaran yang dipelajari serta sistem penilaian peserta belajar. Model pembelajarannya diharapkan dapat menghantarkan peserta belajar secara efektif. Pemahaman hubungan dan irisan antara (P) dan (C) yang secara ringkas menyangkut bagaimana (P) dapat mempengaruhi (C) Menurut Koehler, PCK merupakan seperangkat pengetahuan, kurikulum bidang studi. Transformasi pengetahuan, pedagogi umum, strategi pembelajaran dalam konteks pendidikan (Mishra, P., & Koehler, M. J. 2006). Contoh: Discovery Learning dan konstruksivisme sebagai strategi yang digunakan dalam pembelajaran konsep asam basa, pendekatan inkuiri terbimbing sebagai strategi yang digunakan dalam pembelajaran indikator alami, diskusi siswa terhadap materi konsep asam basa dalam kehidupan sehari-hari.
5.Technology Content Knowledge (TCK) termasuk dalam pemahaman teknologi dan materi pelajaran yang dapat membantu serta mempengaruhi komponen-komponen yang lain (Mishra, P., & Koehler, M. J. 2006). Contoh: penggunaan Google drive yang berisi Lembar Kerja Siswa (LKS) pada materi indikator alami, penggunaan prezzi dan youtube dalam pembelajaran indikator asam basa, edmodo digunakan sebagai sarana untuk mengumpulkan tugas tentang soal pH larutan asam kuat dan basa kuat.
6.Technology Pedagogy Knowledge (TPK) adalah merupakan serangkaian pemahaman bagaimana perubahan pembelajaran terjadi dengan memanfaatkan teknologi yang digunakan untuk mendukung pembelajaran seeara aktif dan dapat membantu serta mempermudah konsep-konsep materi pelajaran. TPK membutuhkan pemahaman keuntungan dan kerugian teknologi yang dibutuhkan yang diterapkan dalam kontek materi pelajaran yang terjadi dalam proses pembelajaran (Schmidt et al. 2009). Contoh: Penggunaan prezzi dan youtube untuk memfasilitasi inkuiri terbimbing dalam diskusi indikator asam basa, penggunaan Google drive yang berisi Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk memfasilitasi Discovery Learning dalam investigasi indikator alami.
7.Technology Pedagogy Content Knowledge (TPACK) merangkum suatu rangkaian dalam pembelajaran dimana kemampuan penguasaan teknologi secara terintegrasi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain dari komponen-komponen penyusunnya (C), (P) dan (K). TPACK mensyaratkan terjadinya multi interaksi dan kombinasi antar komponen yakni materi pelajaran, pedagogi dan teknologi. Menurut Mishra dan Koehler, konsep integrasi adalah merupakan keterlibatan berbagai domain/komponen materi dan pedagogi yang dapat mensupport guru. Contoh: Penggunaan prezzi dan youtube dengan strategi inkuiri terbimbing dapat membantu siswa untuk memahami materi indikator asam basa, penggunaan Google drive yang berisi Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan strategi Discovery Learning dapat membantu siswa dalam penemuan dan analisis indikator alami.

Kelebihan dan Tantangan Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK)
  Menurut Stoilescu (2015: 542-543) penggunaan Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) dalam praktik dan penelitian pembelajaran memiliki beberapa kelebihan penting, antara lain:
1.Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) menunjukkan konsistensi dalam pengintegrasian penggunaan teknologi ke dalam konteks yang berbeda.
2.Dengan eksplorasi integrasi TIK di ruang kelas dengan menekankan keterkaitan antara teknologi, pedagogi dan konten, kerangka kerja ini memiliki fondasi teoretis yang cukup mapan.
3.Dengan terus menyadari tiga aspek utama (teknologi, konten, pedagogis) kegiatan di kelas dapat dilacak dan dianalisis.
  Menurut Koehler, Hall, Bouck, & Wolf (2011) meskipun memiliki beberapa kelebihan, TPACK juga memiliki dua tantangan antra lain:
1.

Teknologi baru sering menciptakan peluang baru yang dapat merepresentasikan konten dan pedagogi yang tidak ada sebelumnya.
2.Kebanyakan teknologi yang digunakan guru, biasanya tidak dirancang untuk tujuan pendidikan misalnya digunakan untuk perkantoran, bisnis dan lain-lain.


Pembelajaran Berdiferensiasi dengan MACRO BELAJAR ( Pemanfaatan Chromebook Berbasis Kearifan Lokal ditunjang Augmented Reality (AR ) )

Syaipul Bahri ,   S.Pd,  SDN 14 Bandul Kepulauan Meranti A.        Pendahuluan SD Negeri 14 Bandul merupakan salah satu sekolah dasar n...